Tuesday, June 16, 2015

Tak selamanya train/city pass itu lebih murah

Bagi penggemar jalan-jalan, biasanya gampang tergiur denang yang namanya train atau city pass; dengan membayar sekian makan bebas naik turun kereta, bis kota, bla bla dalam sehari. Menggiurkan ya? Aku juga suka tergoda kok. Tapi, apakah itu beneran murah? Biasanya sih enggak.

2 tahun yang lalu, aku pernah melakukan riset mengenai Japan Rail Pass (JR Pass) karena saat itu mau jalan-jalan ke Osaka-Kyoto-Tokyo. Intinya sih begini, agar nggak rugi pakai JR Pass, maka setidaknya JR Pass itu harus dipakai untuk naik Shinkansen setara jarak Tokyo-Kyoto 2 kali. Kalau mau untung, maka setidaknya itu harus 3 kali. Mungkin akan muncul pertanyaan: "Oh ya udah, kalau begitu tinggal sering aja naik-naik Shinkansen kan? Naik Shinkansen kan enak, cepat sampainya" Nggak salah juga sih, tapi ini yang kemudian harus dipikirkan: Apakah harus naik Shinkansen? Apakah dengan naik Shinkansen via JR Pass akan mempermurah biaya perjalanan?
Blogger Tricks

Saturday, June 13, 2015

Zeniarai Benten dan Kamakura Daibutsu (Sehari di Kamakura - Bagian 1)

Di kunjungan saya ketiga ke Jepang, saya menyempatkan diri buat mampir ke Kamakura. Kamakura adalah sebuah kota kecil di Perfektur Kanagawa. Tapi, 800 tahun yang lalu, kota ini menjadi pusat pemerintahan di Jepang di bawah kekuasaan Keshogunan Minamoto. Oleh karena itu, kota cantik di tepi pantai ini dipenuhi banyak kuil besar dan kecil yang kaya akan sejarah sehingga menjadi pendorong saya untuk menghabiskan satu hari di Kamakura. Kamakura dapat dengan mudah dijangkau dari Tokyo dengan durasi sekitar 1 jam perjalanan dengan kereta.

Tujuan pertama saya di Kamakura adalah Zeniarai Benten Ugafuku Jinja, atau yang populer disebut sebagai kuil Zeniarai Benten. Oya, saya muter-muter Kamakura dengan menyewa sepeda. Ketika jalan yang saya ikuti sampai ke suatu pelataran (kayaknya halaman parkir) dan berlanjut ke jalan yang menanjak curam menaiki bukit (saking curamnya dah kayak tebing aja)... saya sempat ragu, benar nggak ya jalannya? Awalnya saya berniat untuk memarkir sepeda saya di situ lalu naik ke atas. Tapi saya urungkan karena daerah sekitar situ sepi. Memang sih Jepang itu aman, tapi kan tetap khawatir apalagi ini sepeda sewaan. Akhirnya saya putuskan untuk mendorong sepeda naik ke atas. Lumayan juga capeknya naik ke atas sambil menuntun sepeda ^^; Dan di saat saya hampir menyerah saja dan balik turun, saya menemukan semacam goa yang di depannya ada gerbang kuilnya. Saya sampai!!
Sepeda sewaan saya di depan gerbang masuk ke Zeniarai Benten 
Setelah melewati terowongan dan deretan tori kayu kita sampai di Zeniarai Benten

Friday, June 12, 2015

Wat Phra Nang Sang


Sama seperti Wat Phra Tong, Wat Phra Nang Sang juga berada di distrik Thalang. Pun, wat ini adalah salah satu wat tertua yang ada di Pulau Phuket. Dari semua Wat yang saya kunjungi saat itu, Wat Phra Nang Sang adalah yang paling bersahaja dan sangat kental dengan nuansa pedesaannya.  Halamannya masih dipenuhi oleh taman-taman dan pepohonan rimbun yang diselingi oleh berbagai patung. Dengan kesederhanaannya, Wat Phra Nang Sang memikat hati saya :)

Wat Phra Nang Sang
Konon, lokasi wat ini dulunya adalah lokasi Perang Thalang pada 1785, dimana Thalang masih menjadi ibukotanya Pulau Phuket. Pada saat itu, Gubernur Thalang baru saja meninggal ketika tentara Burma menginvasi Phuket. Janda mendiang Gubernur Thalang (yang juga merupakan anak perempuan Gubernur sebelumnya), bernama Lady Chan, dan adik perempuannya, Lady Mook memobilisasi penduduk untuk mempertahankan Thalang hingga akhirnya mereka berhasil mengusir tentara Burma dari Thalang. Setelah  perang selesai, kurang lebih sebulan kemudian, Raja Rama I menganugerahkan mereka berdua gelar kehormatan yaitu Thao Thep Krasatri untuk Lady Chan dan Thao Sri Soonthorn untuk Lady Mook. Di Wat Phra Nang Sang, didirikan patung penghormatan kepada kedua pahlawan perempuan ini.

Thursday, June 11, 2015

Bedanya Mengajukan Visa Jepang di Kedubes Jepang di Jakarta dan di Seoul (bagian 2)

Minggu lalu saya mengajukan visa Jepang dan siang tadi saya sudah mengambil visa saya yang sudah jadi. Setelah mengamatinya, eh ternyata masih ada perbedaan lho antara visa Jepang yang saya terima dari Kedubes Jepang di Seoul dengan yang dari Kedubes Jepang di Jakarta! Remeh dan ga penting sih, but I can't help to notice them.
Visa Jepang yang dikeluarkan Kedubes Jepang di Seoul
1. Foto pemilik visa
Di visa yang saya peroleh dari Kedubes Jepang di Seoul, proporsi muka lebih kecil sehingga masih terlihat sebagian badan dan latar belakang kosong dari pas foto yang saya sampaikan saat pengajuan. Di visa yang saya peroleh dari Kedubes Jepang di Jakarta, fotonya full close-up muka doang! Untung muka saya nggak jelek-jelak amat ya? Hahahaha....

Tuesday, June 9, 2015

Wat Phra Thong

Kalau dibandingkan dengan Wat Chalong atau Big Buddha Phuket (apa lagi kalau nanti sudah 100% rampung), Wat Phra Thong ukurannya lebih kecil dan lebih bersahaja. Selain itu, biara ini lebih sepi pengunjungnya dan pada saat saya ke sana, cuma ada 1 wisatawan asing lainnya yang ada di sana. Tapi biara yang dianggap tertua di Phuket ini punya sebuah legenda mengenai Patung Buddha Emas setengah badan yang menjadi daya tarik utamanya.

Phra Phut Emas (Patung Buddha Emas)Bangunan utama yang melingkupi Patung Buddha Emas
Dahulu kala, kawasan biara tersebut adalah sebuah padang rumput tempat untuk menggembalakan ternak. Suatu hari, seorang anak laki-laki datang ke sana menggembalakan kerbaunya. Dia kemudian mengikatkan kerbaunya di sebuah batu tertutup lumpur yang menonjol di padang rumput tersebut dan meninggalkannya di sana. Sepulangnya dari sana, anak itu sakit dan akhirnya meninggal keesokan harinya. Ketika ayahnya pergi ke padang untuk membawa pulang kerbaunya, ternyata kerbaunya juga sudah mati. Malamnya, ayahnya bermimpi bahwa yang menyebabkan anaknya meninggal adalah kena kutuk karena batu yang dipakainya untuk mengikatkan kerbau ternyata adalah kuncung dari kepala sebuah patung Buddha emas.

Sunday, June 7, 2015

Big Buddha di Phuket

Phutta Ming Mongkol Akenakkiri Buddha, yang biasanya disebut Big Buddha Phuket adalah ikon baru Phuket. Big Buddha Phuket dan taman Buddha yang melingkupinya dibangun untuk memperingati ulang tahun Raja Thailand Bhumibol Adulyadej ke-80. Lokasinya ada di puncak Gunung Nakkerd, tidak sampai 1 km jaraknya dari Wat Calong. Konon, Big Buddha Phuket adalah patung Buddha terbesar di dunia dan yang pertama kali dibuat dari marmer putih.

Pekerja sedang menyelesaikan lotus di bagian bawah Big Buddha Phuket

Meski pembangunannya sudah dimulai sejak tahun 2002, masih banyak pekerjaan konstruksi yang belum selesai di taman Buddha ini. Patung Big Buddha sendiri sudah hampir jadi, dimana pekerja sedang menyelesaikan dasar patung yang berbentuk bunga lotus pada saat aku ke sana (awal 2014).

Friday, June 5, 2015

Bedanya Mengajukan Visa Jepang di Kedubes Jepang di Jakarta dan di Seoul (bagian 1)

Hari ini aku mengajukan visa turis ke Jepang. Sebenarnya ini bukan kali pertama, tapi tiga kunjunganku ke Jepang sebelumnya, aku melakukan pengajuan visa lewat Kebudes Jepang di Seoul. Jadi, untuk pengajuan visa Jepang di Indonesia, ini baru pertama kalinya.

Kelengkapan dokumen yang tadi aku serahkan adalah:
1. Paspor dengan masa berlaku setidaknya 6 bulan.
2. Foto berwarna dengan latar putih, diambil 6 bulan terakhir, ukuran 4.5x4.5 cm; ditempel di formulir pengajuan visa.
3. Formulir pengajuan visa (format bisa di-download di situs Kedubes Jepang)
4. Fotokopi KTP
5. Bukti pemesanan tiket pesawat PP (bukti booking saja cukup, tapi sepertinya lebih baik kalau melampirkan fotokopi tiketnya sekalian)
6. Jadwal perjalanan atau itinerary (format bisa di-download juga di situs Kedubes Jepang)
7. Dokumen yang berkenaan dengan biaya perjalanan. Di sini aku melampirkan fotokopi buku tabungan 3 bulan terakhir.

Sebagai tambahan, tadi aku juga melampirkan bukti pemesanan hostel selama di Tokyo dan surat keterangan kerja dari kantor.

Setelah menyerahkan semua dokumen secara lengkap, aku diberi tanda terima dan diminta kembali Rabu siang untuk pengambilan visa dan menyiapkan biaya visa sebesar Rp. 330.000,-. That's it! Simpel banget kan?

Tanda terima pengajuan visa Jepang

Membandingkan pengalamanku mengajukan visa di Kedubes Jepang di Seoul dengan Kedubes Jepang di Jakarta, ada beberapa perbedaan: